![]() |
Ilustrasi para bhikkhu-bhikkhu yang sedang menjalani ritual Thudong yang biasanya dilakukan sebelum Waisak. (Foto: https://buddhazine.com/) |
infoharianonline.com - Sebelum merayakan puncak Hari Waisak yang akan akan berlangsung pada 12 Mei nanti di Candi Borobudur Magelang Jawa Tengah, ada ritual yang menarik perhatian yaitu Thudong.
Thudong atau Dhutanga adalah sebuah perjalanan spiritual yang dilakukan oleh para bhikkhu (biksu) dalam tradisi Buddhisme Theravāda. Dalam perjalanan ini, mereka menjalani kehidupan yang sederhana, mengandalkan dana sumbangan dari umat untuk makanan, dan tidak membawa perlengkapan lebih selain yang dibutuhkan untuk bertahan hidup.
Di Indonesia, praktik Thudong memiliki sejarah yang kaya, meskipun tidak sepopuler di negara-negara Asia Tenggara lain seperti Thailand atau Myanmar. Meskipun begitu, Thudong di Indonesia telah menjadi bagian penting dari praktik spiritual para bhikkhu di tanah air.
Praktik Thudong pertama kali diperkenalkan ke Indonesia oleh bhikkhu-bhikkhu yang datang dari negara-negara asal tradisi Theravāda, seperti Sri Lanka, Thailand, dan Burma (Myanmar). Pada abad ke-20, ketika Buddhisme Theravāda mulai tumbuh dan berkembang di Indonesia, praktik ini juga mulai dikenal, terutama di kalangan para bhikkhu yang ingin lebih mendalami ajaran Buddha melalui latihan spiritual yang lebih intensif dan sederhana.
Seiring dengan berkembangnya Buddhisme di Indonesia, praktik Thudong mulai diterapkan oleh para bhikkhu dalam komunitas Buddha, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Para bhikkhu yang menjalani Thudong seringkali melakukan perjalanan panjang untuk memperdalam meditasi, meningkatkan kesadaran, dan mengajarkan ajaran Dhamma (ajaran Buddha) kepada umat Buddha yang mereka temui di sepanjang perjalanan.
Indonesia yang memiliki banyak tempat suci Buddha seperti Candi Borobudur di Magelang dan Candi Prambanan di Yogyakarta menjadi tujuan bagi bhikkhu-bhikkhu yang melakukan Thudong. Meskipun demikian, para bhikkhu juga melakukan perjalanan ke berbagai wilayah di Indonesia untuk berbagi ajaran Buddha kepada umat.
Pada era modern, praktik Thudong tetap dilakukan oleh bhikkhu-bhikkhu Theravāda di Indonesia. Namun, dengan kemajuan teknologi dan transportasi, perjalanan fisik dalam praktik ini tidak lagi harus dilakukan secara ekstrem seperti yang dilakukan di masa lalu, meskipun beberapa bhikkhu tetap menjalankan tradisi ini dengan berjalan kaki atau menggunakan kendaraan umum.
Beberapa bhikkhu Indonesia juga telah mengadaptasi Thudong dengan cara mengunjungi vihara-vihara dan pusat-pusat ajaran Buddha di berbagai daerah di Indonesia, memberikan ceramah, dan melakukan meditasi bersama umat Buddha setempat.
Thudong, meskipun tidak terlalu dikenal luas oleh umat Buddha Indonesia, memiliki peran penting dalam memperkenalkan ajaran Buddha yang lebih mendalam. Praktik ini tidak hanya sebagai perjalanan fisik, tetapi juga sebagai perjalanan batin yang mendalam. Melalui Thudong, para bhikkhu menunjukkan keteladanan dalam hidup sederhana dan bebas dari keterikatan duniawi, serta menekankan pada nilai-nilai seperti kesederhanaan, kebijaksanaan, dan belas kasih.
Sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya umat Buddha, menganggap para bhikkhu yang melakukan Thudong sebagai teladan spiritual yang menginspirasi. Mereka menganggap perjalanan para bhikkhu ini sebagai langkah menuju pencerahan dan sebagai ajakan untuk menumbuhkan kebijaksanaan dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa tempat suci di Indonesia seperti Candi Borobudur menjadi tempat yang penting dalam perjalanan Thudong. Di tempat-tempat ini, para bhikkhu sering kali mengadakan meditasi atau beristirahat setelah perjalanan jauh, dan ini menjadi kesempatan untuk mengajar serta berbagi ajaran Buddha kepada umat yang berkunjung.
Thudong di Indonesia adalah sebuah praktik spiritual yang mengajarkan kesederhanaan, ketahanan batin, dan pengabdian terhadap ajaran Buddha. Meskipun praktik ini tidak sepopuler di Indonesia seperti di negara-negara lain, Thudong tetap memiliki peranan penting dalam kehidupan spiritual umat Buddha Indonesia. Dengan perjalanan panjang dan penuh pengorbanan, para bhikkhu yang melakukan Thudong tetap memberikan inspirasi kepada umat untuk menjalani kehidupan yang lebih baik melalui meditasi, kebijaksanaan, dan pelayanan bagi sesama.
Praktik Thudong ini mengajarkan kepada kita tentang ketahanan batin dan pentingnya hidup dengan penuh kesadaran dan kedamaian, serta bagaimana kita dapat mengurangi keterikatan terhadap dunia material dalam usaha untuk mencapai pencerahan.