![]() |
ilustrasi serangan DDoS. |
infoharianonline.com - Serangan siber terhadap situs berita Tempo mendapat sorotan serius dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers. Keduanya mengecam keras tindakan penyerangan digital berupa distributed denial-of-service (DDoS) yang terjadi sejak Ahad, 6 April hingga Kamis, 10 April 2025. Mereka juga mendesak Polri untuk segera mengusut tuntas kasus ini.
Situs web Tempo mengalami serangan DDoS masif tak lama setelah menerbitkan artikel investigatif tentang praktik judi online pada Ahad siang. Sekitar pukul 13.00 WIB, atau hanya empat jam setelah artikel tayang, server Tempo diserang dengan beban hingga 479 juta request akses dalam dua jam pertama. Hingga Kamis, serangan telah mencapai total 3 miliar permintaan, menyebabkan beberapa artikel, terutama konten premium, tidak dapat diakses publik.
AJI Jakarta dan LBH Pers menyatakan bahwa serangan digital ini merupakan bentuk nyata penghalangan terhadap kemerdekaan pers, sebagaimana dilindungi dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 18 ayat (1) menyebutkan, tindakan menghalangi kerja jurnalistik dapat diancam pidana hingga dua tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta.
Serangan siber terhadap media Tempo bukanlah yang pertama. Pada 21 Agustus 2020, Tempo juga mengalami serangan defacement—tampilan situs diubah oleh peretas tak dikenal. Saat itu, situs Tempo dialihkan ke halaman hitam dengan lagu “Gugur Bunga” dan pesan bernada intimidatif. Kasus tersebut sudah dilaporkan ke aparat penegak hukum, namun hingga kini pelakunya belum terungkap.
Dalam pernyataan sikap resminya, AJI Jakarta dan LBH Pers menyerukan lima poin penting:
1. Mendukung penuh Tempo dalam menjalankan fungsi jurnalistik yang dijamin oleh UUD 1945 dan UU Pers.
2. Mengecam keras tindakan serangan digital terhadap situs berita Tempo.
3. Mendesak Kepolisian Republik Indonesia segera mengusut kasus serangan DDoS dan peretasan terhadap Tempo.
4. Meminta Polri menindaklanjuti kasus-kasus serupa yang sebelumnya belum terungkap.
5. Mengimbau pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan untuk menempuh jalur hak jawab atau pengaduan ke Dewan Pers, sesuai amanat UU Pers.
Menurut catatan AJI Indonesia, sepanjang tahun 2024 tercatat 73 kasus kekerasan terhadap jurnalis dan media, termasuk 6 kasus serangan digital. Fenomena ini menunjukkan bahwa ancaman terhadap kebebasan pers kini tidak hanya berupa kekerasan fisik, tetapi juga dalam bentuk serangan siber yang sistematis dan merusak.